Thursday 17 December 2015

Pengertian Produktivitas Kerja Secara Umum

Pengertian produktivitas kerja - Teman, pada kesempatan kali ini Pengertian.Org akan memberikan informasi mengenai Pengertian Produktivitas Kerja secara umum. Apa sih pengertian produktivitas kerja ? bagaimana cara meningkatkan produktivitas kerja ? apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja ? dan masih banyak lagi implikasi mengenai produktivitas kerja disini. Tidak usah panjang lebar yaa.. langsung saja yuuk simak artikelnya, check this out guys !!


pengertian produktivitas kerja secara umum


A.    PENGERTIAN PRODUKTIVITAS KERJA


Produktivitas sering pula dikaitkan dengan cara dan sistem yang efisien, sehingga proses produksi berlangsung tepat waktu dan dengan demikian tidak diperlukan kerja lembur dengan segala implikasinya, terutama implikasi biaya. Dan kiranya jelas bahwa yang merupakan hal yang logis dan tepat apabila peningkatan produktivitas dijadikan salah satu sasaran jangka panjang perusahaan dalam langka pelaksanaan strateginya. Produktivitas berasal dari kata “produktiv” artinya sesuatu yang mengandung potensi untuk digali, sehingga produktivitas dapatlah dikatakan sesuatu proses kegitan yang terstruktur guna menggali potensi yang ada dalam sebuah komoditi/objek.
Filosofi produktivitas sebenarnya dapat mengandung arti keinginan dan usaha dari setiap manusia (individu atau kelompok) untuk selalu meningkatkan mutu kehidupannya dan penghidupannya. Secara umum produktivitas diartikan atau dirumuskan sebagai perbandingan antara keluaran (output) dengan pemasukan (input), sedangkan menurut Ambar Teguh Sulistiani dan Rosidah mengemukakan bahwa produktivitas adalah “Menyangkut masalah hasil akhir, yakni seberapa besar hasil akhir yang diperoleh didalam proses produksi, dalam hal ini adalah efisiensi dan efektivitas”. Sedangkan  menurut  Malayu S.P Hasibuan  produktivitas adalah : “Perbandingan antara output (hasil) dengan input (masukan). Jika produktivitas naik ini hanya dimungkinkan oleh adanya peningkatan efesiensi (waktu,bahan,tenaga) dan sistem kerja, teknik produksi dan adanya peningkatan keterampilan dari tenaga kerjanya”.
Dari beberapa pendapat tersebut diatas sebenernya produktivitas memiliki dua dimensi,
  • Pertama, efektivitas yang mengarah kepada pencapaian untuk kerja yang maksimal yaitu pencapaian target yang berkaitan dengan berkualitas, kuantitas, dan waktu.
  • Kedua, yaitu efesiensi yang berkaitan dengan upaya membandingakan input dengan realisasi penggunaanya atau bagaimana pekerjaan tersebut dilaksanakan.

Efesiensi merupakan suatu ukuran dalam membandingkan input direncanakan dengan input sebenarnya. Apabila ternyata input yang sebenarnya digunakan semakin besar penghematannya, maka tingkat efesiensi semakin tinggi. Sedangkan efektivitas merupakan ukuran yang memberikan gambaran suatu target yang dicapai. Apabila kedua tersebut dikaitkan satu dengan yang lainnya, maka terjadinya peningkatan efektivitas tidak akan selalu menjamin meningkatnya efesiensi.

B.    PENGUKURAN PRODUKTIVITAS KERJA


Pengukuran produktivitas merupakan suatu alat manajemen yang penting disemua tingkatan ekonomi. Dibeberapa  Negara maupun perusahaan pada akhir-akhir ini telah terjadi kenaikan minat pada pengukuran produktivitas. Karena itu sudah saatnya kita membicarakan alasan mengapa kita harus mengukur produktivitas.

1.    Mengapa Mengukur Produktivitas ?

Pada tingkat sektoral dan nasional, produktivitas menunjukkan kegunaannya dalam membantu evaluasi penampilan, perencanaan, kebijakan  pendapatan, upah dan  harga melalui identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi distribusi pendapatan, membandingkan sektor-sektor ekonomi yang berbeda untuk menentukan prioritas kebijakan bantuan, menentukan tingkat pertumbuhan suatu sektor atau ekonomi, mengetahui pengaruh perdagangan internasional terhadap perkembangan ekonomi dan seterusnya.

Pada tingkat perusahaan, pengukuran produktivitas terutama digunakan sebagai sarana manajemen untuk menganalisa dan  mendorong efisiensi produksi.
  • Pertama, dengan pemberitahuan awal, instalasi dan pelaksanaan suatu sistem pengukuran, akan meninggikan kesadaran pegawai dan minatnya pada tingkat dan rangkaian produktivitas.
  • Kedua, diskusi tentang gambaran-gambaran yang berasal dari metode-metode yang relatif kasar ataupun dari data yang kurang memenuhi syarat sekalipun, ternyata memberi dasar bagi penganalisaan proses yang konstruktif atas produktif.

Manfaat lain yang diperoleh dari pengukuran produktivitas mungkin terlihat pada penempatan perusahaan yang tetap seperti dalam menentukan target/sasaran tujuan  yang nyata dan pertukaran informasi antara tenaga kerja dan manajemen secara periodik terhadap masalah-masalah yang saling berkaitan. Pengamatan atas perubahan-perubahan dari gambaran data yang diperoleh sering nilai diagnostik yang menunjuk pada kemacetan dan rintangan dalam meningkatkan penampilan oraganisasi. Satu keuntungan dari pengukuran produktivitas adalah pembayaran staf. Gambaran data melengkapi suatu dasar bagi andil manfaat atas penampilan yang ditingkatkan.
2.    Metode-Metode Pokok Pengukuran Produktivitas

Secara umum pengukuran produktivitas berarti perbandingan yang dapat dibedakan dalam tiga jenis yang sangat berbeda:

  1. Perbandingan-perbandingan antara pelaksanaan sekarang dengan pelaksanaan secara historis yang tidak menunjukkan apakah pelaksanaan sekarang ini memuaskan, namun hanya mengetengahkan apakah meningkat atau berkurang serta tingkatannya.
  2. Perbandingan pelakasanaan antara satu unit (perorangan tugas, seksi, proses) dengan lainnya. Pengukuran seperti itu menunjukkan pencapaian relatif.
  3. Perbandingan pelaksanaan sekarang dengan targetnya, dan inilah yang terbaik sebagai memusatkan perhatian pada sasaran/tujuan.

Untuk menyusun perbandingan-perbandingan ini perlulah mempertimbangkan tingkatan daftar susunan dan perbandingan pengukuran produktivitas.

Paling sedikit ada 2 jenis tingkat perbandingan yang berbeda, yakni produktivitas total dan produktivitas parsial.

a.    Produktivitas Total adalah perbandingan antara total keluaran (output) dengan total masukan (input) persatuan waktu. Dalam penghitungan produktivitas total, semua faktor masukan (tenaga kerja, kapital, bahan, energi) tehadap total keluaran harus diperhitungkan.

                                                                        Hasil Total
                            Prouktivitas Parsial = 
                                                                     Masukan Total
                            
b.    Produktivitas parsial adalah  perbandingan dari keluaran dengan satu jenis masukan atau input persatuan waktu, seperti upah tenaga kerja, kapital, bahan, energi, beban kerja, dll.  

                                                                       Hasil parsial
                            Prouktivitas Parsial =
                                                                     Masukan Total


Pengukuran produktivitas kerja sebagai sarana untuk menganalisa dan mendorong efisiensi produksi. Manfaat lain adalah untuk menentukan target dan kegunaan, praktisnya sebagai standar dalam pembayaran upah karyawan. Untuk mengukur suatu produktivitas dapat digunakan dua jenis ukuran jam kerja manusia yakni jam-jam kerja yang harus dibayar dan jam–jam kerja yang harus dipergunakan untuk bekerja.

Ada dua macam alat pengukuran produktivitas, yaitu :
  1. Physical productivity, yaitu produktivitas secara kuantitatif seperti ukuran (size),panjang, berat, banyaknya unit, waktu, dan biaya tenaga kerja.
  2. Value productivity, yaitu ukuran produktivitas dengan menggunakan nilai uang  yang dinyatakan dalam rupiah, yen, dollar dan seterusnya.

C.    CARA MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS

Menurut Hanafi, terdapat beberapa cara yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas yaitu:
  1. Meningkatkan operasional: dapat dilakukan dengan meningkatkan riset dan pengembangan, sehingga organisasi dapat menghasilkan ide produk baru maupun metode - metode operasi yang lebih baik;
  2. Meningkatkan keterlibatan karyawan, dapat meningkatkan komitmen dan semangat kerja. Keterlibatan  juga  menjadi dasar pengendalian kualitas kerja dari karyawan.

Balai pengembangan produktivitas daerah, mengatakan  ada enam faktor utama yang menentukan produktivitas tenaga kerja, yaitu:

  • Sikap kerja
  • Tingkat ketrampilan
  • Hubungan antara tenaga kerja dan pimpinan
  • Manajemen produktivitas
  • Efisiensi tenaga kerja
  • Kewiraswastaan


D.    CIRI-CIRI PEGAWAI YANG PRODUKTIF


Timpe (1989) juga mengemukakan ciri-ciri seorang pegawai yang produktif yaitu:

Pertama, lebih dari memenuhi kualifikasi pekerjaan, artinya produktivitas tinggi tidak mungkin tercapai jika kualifikasi pegawai rendah. Pengamatan yang khas adalah:
  1. cerdas dan dapat belajar dengan cepat;
  2. kompeten secara profesional atau teknis;
  3. kreatif dan inovatif,
  4. memahami pekerjaaan;
  5. bekerja dengan “cerdik”, menggunakan logika, mengorganisasi pekerjaan dengan efisien, selalu memperhatikan kinerja rancangan, mutu, kehandalan, pemeliharaan, kemananan, pembiayaan, dan penjadwalan;
  6. selalu mencari perbaikan tetapi tahu kapan harus berhenti;
  7. dianggap bernilai oleh atasannya;
  8. mempunyai catatan prestasi yang berhasil; dan
  9. selalu meningkatkan diri.

Kedua, bermotivasi tinggi, yang dalam hal ini pengamatan yang khas adalah:
  1. dapat memotivasi diri sendiri;
  2. tekun;
  3. mempuanyai kemauan keras untuk bekerja;
  4. bekerja efektif dengan atau tanpa atasan;
  5. melihat hal-hal yang harus dikerjakan dan mengambil tindakan yang perlu,
  6. menyukai tantangan,
  7. selalu ingin bertanya;
  8. memperagakan ketidakpuasan yang konstruktif dan selalu memikirkan perbaikan;
  9. berorientasi pada sasaran atau pencapaian hasil;
  10. selalu tepat waktu;
  11. merasa puas jika telah mengerjakan dengan baik;
  12. memberikan andil lebih dari yang diharapkan; dan
  13. percaya bahwa kerja wajar sehari perlu dimbangi dengan gaji wajar untuk sehari.

Ketiga, mempunyai orientasi pekerjaan yang positif. Hal ini dapat diamati dari:
  1. menyukai pekerjaannya dan membanggakannya;
  2. menetapkan standar yang tinggi;
  3. mempunyai kebiasaan kerja yang baik;
  4. selalu terlihat dalam pekerjaannya;
  5. cermat, dapat dipercaya, dan konsisten;
  6. menghormati manajemen dan tujuannya;
  7. mempunyai hubungan baik dengan manajemen;
  8. dapat menerima pengarahan; dan
  9. luwes dan dapat menyesuaikan diri.

Keempat, dewasa. Dalam hal ini pegawai yang dewasa memperlihatkan kinerja yang konsisten. Kedewasaan pegawai dapat diamati melalui:
  1. integritas tinggi;
  2. mempunyai rasa tanggung jawab yang kuat;
  3. mengetahui kelemahan atau kekuatan sendiri;
  4. mandiri, percaya diri, dan disiplin diri;
  5. pantas memperoleh harga diri;
  6. mantap secara emosional dan percaya diri,
  7. dapat bekerja efektif di bawah tekanan;
  8. dapat belajar dari pengalaman; dan
  9. mempunyai ambisi yang kuat.

Kelima, dapat bergaul dengan efektif.  Pengamatannya yang khas adalah:
  1. memperagakan kecerdasan sosial;
  2. pribadi yang menyenangkan;
  3. berkomunikasi dengan efektif (jelas dan cermat, terbuka terhadap saran dan pendengar yang baik);
  4. bekerja produktif dalam rangka upaya tim; dan
  5. memperagakan sikap positif dan antusiaisme.

Suatu tinjauan pada studi produktivitas menunjukkan bahwa kecakapan manajemen yang bertanggung jawab adalah satu faktor terpenting dalam mencapai produktivitas tinggi pada organisasi yang berdasarkan teknologi (Timpe, 1989).  Sejak tahun 1973, Hughes Aircraft Company, sebuah perusahaan elektronik berteknologi tinggi dengan 77.000 pekerja, telah melakukan studi ekstensif dengan tujuan mengoptimisasikan produktivitas dalam perusahaan yang berteknologi tinggi dan menyimpulkan bahwa faktor-faktor dasar yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas secara keseluruhan harus dilengkapi dengan faktor-faktor yang digunakan untuk meningkatkan kreativitas dan inovasi.

Timpe (1989) meninjau ratusan penemuan studi dan wawasan dari ribuan manajer yang berpartisipasi dalam suatu seminar tentang produktivitas, mengemukakan tujuh kunci untuk mencapai produktivitas yang tinggi yaitu:
(1) keahlian, manajemen yang bertanggung jawab;
(2) kepemimpinan yang luar biasa;
(3) kesederhanaan organisasional dan operasional;
(4) kepegawaian yang efektif;
(5) tugas yang menantang;
(6) perencanaan dan pengendalian tujuan; dan 
(7) pelatihan manajerial khusus.


E.    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS KERJA


Banyak faktor yang dapat mempengruhi tinggi rendahnya produktivitas kerja. Soedirman (1986) dan tarwaka (1991) merinci faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja secara umum.

1.    Motivasi

Motivasi merupakan keuatan atau motor pendorong kegiatan seseorang kearah tujuan tertentu dan melibatkan segala kemampuan yang didmiliki untuk mencapainya.

Karyawan didalam proses produksi adalah sebagai manusia (individu) sudah barang tentu memiliki identifikasi tersendiri antara lain sebagai berikut:
o    Tabiat/watak
o    Siakap laku/penampilan
o    Kebutuhan
o    Keinginan
o    Cita-cita/kepentingan-kepentingan lainnya
o    Kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk oleh keadaan aslinya
o    Keadaan lingkungan dan pengalaman karyawan itu sendiri

Karena setiap karyawan memiliki identifikasi yang berlainan sebagai akibat dari latar belakang pendidikan, pengalaman dan lingkungan masyarakat yang beranekan ragam, maka ini akan terbawa juga dalam hubungan kerjanya sehingga akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku karyawan tersebut dalam melaksanakan pekerjaannya.
Demikian pula pengusaha juga mempunyai latar belakang budaya dan pandangan falsafah serta pengalaman dalam menjalankan perusahaan yang berlain-lainan sehingga berpengaruh di dalam melaksanakan pola hubungan kerja dengan karyawan.

Pada hakikatnya motivasi karyawan dan pengusaha berbeda karena adanya perbedaan kepantingan maka perlu diciptakan motivasi yang searah untuk mencpai tujuan bersama dalam rangka kelangsungan usaha dan ketenaga kerjaan, sehingga apa yang menajdi kehendak dan cita-cita kedua belah pihak dapat diwujudkan.

Dengan demikian karyawan akan mengetahui fungsi, peranan dana tanggung jawab dilingkungan kerjanya dan dilain pihak pengusaha perlu menumbuhkan iklim kerja yang sehat dimana hak dan kewajiban karyawan diatur sedemikian rupa selaras dengan fungsi, peranan dan tanggung jawab karyawan sehingga dapat mendorong motivasi kerja kearah partisipasi karyawan terhadap perusahaan.

Iklim kerja yang sehat dapat mendorong sikap keterbukaan baik dari pihak karyawan maupun dari pihak pengusaha sehingga mampu menumbuhkan motivasi kerja yang searah antara karyawan dan pengusaha dalam rangka menciptakan ketentraman kerja dan kelangsungan usaha kearah peningkatan produksi dan prosuktivitas kerja.

a.    Faktor-faktor Motivasi Kerja

Untuk mendapatkan motivasi kerja yang dibutuhkan suatu landasan yaitu terdaptnya suatu motivator. Dan hal ini merupakan hasil suatu pemikiran dan kebijaksanaan yang tertuang dalam perencanaan dan program yang terpadu dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi sesuai dengan keadaan eksteren dan interen.

Adapun yang dibutuhkan oleh motivator adalah sebagai berikut:
•    Pencapain penyelesaian tugas yang berhasil berdasarkan tujuan dan sasaran.
•    Penghargaan terhadap pencapaian tugas dan sasaran yang telah ditetapkan.
•    Sifat dan ruang lingkup pekerjaan itu sendiri (pekerjaan yang menarik dan memberi  harapan ).
•    Adanya peningkatan (kemajuan).
•    Adanya tanggung jawab.
•    Adanya administrasi dan manajemen serta kebijaksanaan pemerintah.
•    Supervisi.
•    Hubungan antara perseorangan.
•    Kondisi kerja
•    Gaji
•    Status
•    Keselamatan dan Kesehatan kerja.

b.    Usaha-usaha Peningkatan Motivasi Kerja

Untuk pencapaian tujuan diatas, maka perlu adanya pembinaan sikap laku yang meliputi seluruh pelaku produksi. Pemerintah, pengusaha/organisasi pengusaha, karyawan/organisasi karyawan dengan cara sebagai berikut:

  1. ) Intern Perusahaan
    a.    Penjabaran dan penanaman pengertian serta tumbuhnya sikap laku dan pengamalan konsep Tri Dharma.
    • Rumongso handarbeni (saling ikut memiliki).
    • Melu Hangrungkebi (ikut serta memelihara, mempertahankan dan melestarikan).
    • Mulat seriro hangroso wani (terus menerus mawasdiri).

    b.    Secara fisik, maka sarana-sarana motivatif yang langsung berkaitan dengan kerja dan tenaga kerja diusahakan peningkatan menurut kemampuan dan situasi-situasi perusahaan
  2. ) Ekstern perusahaan
    Penanaman kesadaran bermasyarakat dan kesadaran bernegara antara lain melalui penataran P4.

2.    Kedisplinan

Disiplin merupakan sikap mental yang tecermin dalam perbuatan tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etika, norma dan kaidah yang berlaku. Disiplin dapat pula diartikan sebagai pengendalian diri agar tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan falsafah dan moral Pancasila

Dari pengertian diatas dapat kita simpulkan bahwa disiplin mengacu pada pola tingkah laku dengan ciri-ciri sebagai berikut:

  1. Adanya hasrat yang kuat untuk melaksanakan sepenuhnya apa yang sudah menjadi norma, etik, dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat.
  2. Adanya prilaku yang dikendalikan.
  3. adanya ketaatan (obedience)
Dari ciri-ciri pola tingkah laku pribadi disiplin, jelaslah bahwa disiplin membutuhkan pengorbanan, baik itu perasaan, waktu, kenikmatan dan lain-lain. Disiplin bukanlah tujuan, melainkan sarana yang ikut memainkan peranan dalam pencapaian tujuan.

Manusia sukses adalah manusia yang mampu mengatur, mengendalikan diri yang menyangkut pengaturan cara hidup dan mengatur cara kerja. Maka erat hubungannya antara manusia sukses dengan pribadi disiplin. Mengingat eratnya hubungan disiplin dengan produktivitas maka disiplin mempunyai peran sentral dalam membentuk pola kerja dan etos kerja produktif.

Disiplin mempunyai pengertian yang berbeda-beda dan dari berbagai pengertian itu dapat kita sarikan beberapa hal sebagai berikut:

  • Kata  disiplin (terminologis) berasal dari kata latin: disciplina yang berarti pengajaran, latihan dan sebagainya (berawal dari kata discipulus yaitu sorang yang belajar). Jadi secara etimologis ada hubungan pengertian antara discipline dengan disciple (Inggris) yang berarti murid, pengikut yang setia, ajaran atau aliran.
  • Latihan yang mengembangkan pengedalian diri, watak atau ketertiban dan efisiensi.
  • Kepatuhan atau ketaatan (obedience) terhadap ketentuan dan peraturan pemerintah atau etik, norma dan kaidah yang berlaku dala masyarakat.
  • Penghukuman (punishment) yang dilakukan melalui koreksi dan latihan untuk mencapai prilaku yang dikendalikan (controlled behaviour).

Dengan rumusan-rumusan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa, disiplin adalah sikap mental yang tercermin dalam perbuatan atau tingkah laku perorangan, kelompok atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan (obedience) terhadap peraturan-peraturan dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan baik oleh pemerintah atau etik, norma dan kaidah yang berlaku dalam masyarakat untu tujuan tertentu.

Disiplin dapat pula diartikan pengendalian diri agar tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan falsafah dan moral Pancasila. Disiplin nasional adalah suatu kondisi yang merupakan perwujudan sikap mental dan perilaku suatu bangsa ditinjau dari aspek kepatuhan dan ketaatan terhadap ketentuan, peraturan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3.    Etos Kerja.

Etos kerja merupakan salah satu faktor penentu produktivitas, karena etos kerja merupakan pandangan untuk menilai sejauh mana kita melakukan suatu pekerjaan dan terus berupaya untuk mencapai hasil yang terbaik dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan.

Usaha untuk mengembangkan etos kerja yang produktif pada dasarnya mengarah pada peningkatan produktivitas yang bykan saja produktivitas individu melainkan juga produktivitas masyarakat secara keseluruhan. Untuk itu dapat ditempuh berbagai langkah seperti:

  1. Peningkatan produktivitas melalui penumbuhan etos kerja, dapat dilakukan lewat pendidikan yang terarah. Pendidikan harus mengarah kepada pembentukan sikap mental pembangunan, sikap atau watak positif sebagai manusia pemabangunan bercirikan inisiatif, kreatif, berani mengambil resiko, sistematis dan skeptis.
  2. Sistem pendidikan perlu disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan yang memerlukan berbagai keahlian dan keterampilan serta sekaligus dapat meningkatkan kreativitas, produktivitas, kualitas dan efisiensi kerja. Berbagai pendidikan kejuruan dan politeknik perlu diperluas dan ditingkatkan mutunya.
  3. Dalam melanjutkan dan meningkatkan pembangunan sebaiknya nilai budaya Indonesia terus dikembangkan dan dibina guna mempertebal rasa harga diri dan kebangsaan dan memperkokoh kesatuan.
  4. Disiplin nasional harus terus dibina dan dikembangkan untuk memperoleh rasa sikap mental manusia yang produtif .
  5. Menggalakkan partisipasi masyarakat, maningkatkan dan mendorong agar terjadi perubahan dalam masyarakat tentang tingkah laku, sikap serta psikologi masyarakat.
  6. Menumbuhkan motivasi kerja, dari sudut pandang pekerja, kerja berarti pengorbanan, baik untuk pengorbanan waktu senggang dan  kenikmatan hidup lainnya, sementara itu upah merupakan ganti rugi dari segala pengorbanannya itu.

Usaha-usaha diatas harus terus dilakukan secara teratur dan berkesinambungan untuk mendapatkan hasil seperti yang diharapkan langkah ini perlu direalisasikan apabila tujuan-tujuan yang diahrapkan untuk membentuk sikap mental dan etos kerja yang produktif sebagai faktor dominan masyarakat pembangunan dalam menuju tahap tinggal landas.

4.    Keterampilan.

Faktor keterampilan baik keterampilan teknis maupun manajerial sangat menentukan tingkat pencapaian produktivitas. Dengan demikian setiap individu selalu dituntut untuk terampil dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) teruatama dalam perubahan teknologi mutakhir.

Seseorang dinyatakan terampil dan produktif apabila yang bersangkutan dalam satuan waktu tertentu dapat menyelesaikan sejumlah hasil tertentu. Dengan demikian menjadi faktor penentu suatu keberhasilan dan produktivitas, karena dari waktu itulah dapat dimunculkan kecepatan dan percepatan yang akan sangat besar pengaruhnya terhadap keberhasilan kehidupan termasuk kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

Haruslah disadari sedalam-dalamnya bahwa era tinggal landas hanya dapat kita wujudkan bila kita benar-benar memiliki konspe waktu yang tepat serta mampu menguasai dan memanfaatkan waktu, dan dengan demikian dapat meningkatkan produktivitas, sebagai perwujudan dari eksistensi bangsa yang maju dan modern.

5.    Pendidikan.

Tingkat pendidikan harus selalu dikembangkan baik melalui jalur pendidikan formal maupun informal. Karena setiap penggunaan teknologi hanya akan dapat kita kuasai dengan pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang handal.

Disamping faktor tersebut diatas, manuaba (1992) mengemukakan bahwa faktor alat, cara dan lingkungan kerja sangat berpengaruh terhadap produktivitas yang tinggi, maka faktor tersebut harus betul-betul serasi terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia pekerja.

Dalam pendidikan maka kita mengenal tiga faktor yang memberikan dasar penting untuk pengembangan disiplin ialah sebagai berikut:
  1. Pendidikan umum dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi.
  2. Pendidikan politik guna membudayakan kehidupan berdasarkan konstitusi, dwmokrasi pancasila dan hukum kesadaran hukum kunci penting untuk menegakkan disiplin.
  3. Pendidikan Agama yang menuju kepada pengendalian diri (self control) yang merupakan hakikat disiplin, nilai agama tidak boleh dipisahkan dari setiap aktivitas manusia peranan nilai-nilai keagamaan itu juga dijadikan bagian penting dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara, mengamalkan nilai kebenaran agama yang diarahkan membina disiplin nasional itu wajib, sebagaimana manusia Indonesia mengamalkan Pancasila.

Faktor pendukung lainnya, Yaitu :
a.    Tingkat penghasilan
b.    Jaminan sosial
c.    Tingkat sosial dan iklim kerja
d.    Gizi dan kesehatan
e.    Hubungan individu
f.    Teknologi
g.    Produksi

F.    METODE  PENILAIAN KINERJA KERJA

Metode –metode penilaian berorientasi masa lalu :
  1. Rating scale : penilaian prestasi kerja dg menggunakan skala tertentu dari rendah    sampai tinggi . Ex : kualitas hasil kerja : nilai sangat baik, baik, sedang , jelek , sangat jelek.
  2. Checklist : penilaian tinggal memilih kalimat-kalimat dan karakteristik-karakteristik karyawan. Ex : karyawan merawat peralatan dengan baik.
  3. Metode peristiwa kritis : metode penilaian yang mendasarkan pada catatan-catatan penilaian yang menggambarkan perilaku karyawan yang baik atau sangat jelek dalam kaitanya dengan pelaksanaan pekerjaan.
  4. Metode peninjauan lapangan

Metode penilaian berorientasi masa depan :
  1. Penilaian diri : digunakan untuk melanjutkan pengembangan diri
  2. Penilaian psikologis: dilakukan melalui wawancara mendalam, tes-tes psikologi, diskusi dg atasan langsun, evaluasi-evaluasi diri
  3. Pendekatan Manajement by objectives (MBO): secara bersama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran-sasaran pelaksanaan kerja diwaktu yang akan datang.

Kegunaan penilaian kinerja kerja adalah Perbaikan prestasi kerja, Penyesuaian-penyesuaian kompensasi, Keputusan-keputusan penempatan, Kebutuhan-kebutuhan pelatihan & pengembangan, Perencanaan & pengembangan karier, Ketidakakuratan informasional, Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan, Kesempatan kerja yg adil, Tantangan-tantangan eksternal.

 Baca juga : Pengertian Saham Secara Umum, Pengertian Teknologi Secara Umum

Mungkin hanya itu artikel tentang Pengertian Produktivitas kerja yang bisa Pengertian.Org  berikan. Semoga artikel ini bermanfaat dan bisa membantu sebagai referensi tugas temen-temen. Terimakasih sudah berkunjung. Lihat pengertian lainnya di Pengertian.Org

Sunday 8 November 2015

Pengertian Saham Secara Umum

Pengertian saham - Teman sudah tahukah kalian apa pengertian saham ? saham menjadi salah satu alternatif media investasi yang mempunyai potensi tingkat keuntungan dan kerugian yang lebih besar dibandingkan dengan media investasi lainnya yang sifatnya jangka panjang. Sebelum Anda melakukan investasi saham, sebaiknnya pelajari dulu apa itu saham dan implikasinya. Nah, jika belum tahu, kali ini Pengertian.Org akan berbagi informasi tentang Pengertian Saham Secara Umum. Langsung simak saja yuk artikelnya. check this out guys  !! 

pengertian saham secara umum


Pengertian Saham 


Pengertian saham secara umum adalah surat berharga yang merupakan tanda kepemilikan seseorang atau badan terhadap suatu perusahaan. Pengertian saham ini artinya adalah surat berharga yang dikeluarkan oleh sebuah perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) atau yang biasa disebut emiten. Saham menyatakan bahwa pemilik saham tersebut adalah juga pemilik sebagian dari perusahaan itu. Dengan demikian kalau seorang investor membeli saham, maka ia pun menjadi pemilik atau pemegang saham perusa­haan.

Saturday 7 November 2015

Pengertian Teknologi Secara Umum

Pengertian teknologi - Teman, pada kesempatan kali ini Pengertian.Org akan membahas tentang apa itu teknologi ? seperti apa itu teknologi ? dan apa manfaat teknologi ? yuk simak artikelnya. Check this out guys !

pengertian teknologi secara umum
Pengertian teknologi


Pengertian Teknologi 


Kata Teknologi berasal dari kata Bahasa Perancis yaitu "La Teknique" yang dapat diartikan dengan ”Semua proses yang dilaksanakan dalam upaya untuk mewujudkan sesuatu secara rasional”. Dalam hal ini yang dimaksudkan dengan sesuatu tersebut dapat saja berupa benda atau konsep, pembatasan cara yaitu secara rasional adalah penting sekali dipahami disini sedemikian pembuatan atau pewujudan sesuatu tersebut dapat dilaksanakan secara berulang (repetisi).

Sunday 1 November 2015

Pengertian Wirausaha Secara Umum

Pengertian wirausaha - Teman, pada artikel sebelum-sebelumnya Pengertian.Org sudah membahas apa itu pengertian kewirausahaan secara umum dan kali ini akan membahas mengenai Pengertian Wirausaha secara umum. Langsung saja yuk simak artikelnya. Check this out guys !


pengertian wirausaha secara umum
Pengertian Wirausaha


Pengertian Wirausaha


Wirausaha berasal dari kata wira dan usaha.Wira berarti pejuang, pahlawan, manusia unggul, teladan, berbudi luhur, gagah berani dan berwatak agung. Usaha adalah perbuatan amal, bekerja, dan berbuat sesuatu.[butuh rujukan] Jadi wirausaha adalah pejuang atau pahlawan yang berbuat sesuatu.
Berikut ini digambarkan perkembangan teori dan definisi wirausaha yang asal katanya adalah terjemahan dari entreupreneur. Istilah wirausaha ini berasal dari bahasa Perancis yaitu Entreupreneur yang diterjemahkan ke dalam bahasa inggris dengan arti between taker atau go-between.

Wednesday 21 October 2015

Pengertian Kepemimpinan Secara Umum

Pengertian kepemimpinan -  Teman, pada kesempatan kali ini Pengertian.Org akan membahas Pengertian kepemimpinan secara umum, kalau pemimpin itu pelaku yang memimpin suatu organisasi, lalu apa pengertian kepemimpinan ? check this out guys !


pengertian kepemimpinan secara umum ?




Pengertian Kepemimpinan


Menurut George Terry. Kepemimpinan adalah kegiatan untuk mempengaruhi orang lain agar mau bekerja dengan suka rela untuk mencapai tujuan kelompok

Kepimpinan merupakan penggunaan keterampilan seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan sesuatu dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan (Sullivan & Decker)

Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.

Kepemimpinan juga merupakan ilmu terapan dari ilmu-ilmu social, sebab prinsip-prinsip dan rumusannya diharapkan dapat mendatangkan manfaat bagi kesejahteraan manusia

Dari beberapa definisi di atas bisa di tarik kesimpulan bahwa kepemimpinan ialah suatu kemampuan seorang pemimpin mempengaruhi anggotanya dalam upaya mencapai tujuan organisasi. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah "melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi

Perbedaan kepemimpinan dan managemen


•    Kepemimpinan
Menekankan pada proses perilaku yang berfungsi di dalam dan di luar sutu organisasi, seorang pemimpin harus dapat memotivasi dan member inspirasi orang lain secara individu maupun secara kelompok.

•    Manajemen
Pengkoordinasian dan pengintegrasian semua sumber yang ada melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam pencapaian tujuan


Gaya kepemimpinan


•    Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya dalam memimpin
•    Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk tertentu

a.    Demokrasi
b.    Otoriter (otokratik)
c.    Partisipatif
d.    Bebas tindak (Laisser-faire)


Gaya Kepemimpinan Demokratis


  • Orang-orang yang dipimpinnya sebagai subjek
  • Usaha untuk memanfaatkan kemampuan setiap orang yang ada dalam organisasi untuk berpartisipasi dalam setiap kegiatan
  • Mengambil keputusan sangat mementingkan diskusi dan musyawarah
  • Berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork

Gaya Kepemimpinan Otoriter


  • Menempatkan kekuasaan di tangan satu orang atau sekelompok kecil
  • Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal
  • Kedudukan bawahan semata-mata sebagai pelaksana keputusan, perintah, dan bahkan kehendak pimpinan

Gaya Kepemimpinan Partisipatif


  • Merupakan gabungan antara otokratik dan demokratik
  • Pemimpin menyampaikan hasil analisa masalah dan mengusulkan tindakannya
  • Staf diminta saran dan kritiknya serta mempertimbangkan respon staf terhadap usulnya
  • Keputusan akhir oleh kelompok


Bebas Tindak

•    Merupakan pimpinan offisial
•    Pimpinan melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahan
•    Karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa pengarahan, supervisi dan koordinasi
•    Keputusan lebih banyak dibuat oleh para bawahan
•    Kebijaksanaan lebih banyak dibuat oleh para bawahan
•    Karyawan mengevaluasi pekerjaan sesuai dengan caranya sendiri
•    Pimpinan hanya sebagai sumber informasi dan pengendalian minimal
•    Pimpinan hanya berkomunikasi apabila diperlukan oleh bawahannya
•    Prakarsa selalu datang dari bawahan
•    Hampir tiada pengarahan dari pimpinan
•    Tanggungjawab keberhasilan organisasi dipikul oleh orang perorang

Keterampilan Kepemimpinan

Ada tiga keterampilan kepemimpinan yaitu :
1. Technical skills
2. Human skills
3. Conceptual skills

  1. Technical Skills berarti suatu kemampua yang dimiliki oleh seorang pemimpin untuk melaksanakan  sesuatu pekerjaan. walaupun seorang wirausaha merupakan pemimpin yang dapat menyuruh orang lain mengerjakan sesuatu pekerjaan namun dia harus mampu melaksanakan sendiri pekerjaan-pekerjaan tertentu. Maksudnya dapat melakukan pekerjaan tersebut adalah agar dia mampu melaksanakan pengawasan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh karyawannya. Keterampilan tersebut misalnya keterampian pembukuan keuangan, mengetik, pekerjaan komputer dasar, menggunakan beberapa alat sederhana dan sebagainya.
  2. Human skills berarti kemampuan untuk bekerja sama dan membangun tim kerja bersama orang-orang lain.
  3. Keterampilan konsep berarti seorang wirausaha harus mampu berpikir dan mengungkapkan pemikirannya dalam bentuk model kerangka kerja dan konsep-konsep lain dalam memudahkan pekerjaan.

Kompetensi Kepemimpinan


Kemampuan yang dimiliki seseorang yang nampak pada sikapnya yang sesuai dengan kebutuhan kerja dalam parameter lingkungan organisasi dan memberikan hasil yang diinginkan.

Kouzes dan Posner menyebutkan ada 5 (lima) praktek mendasar pemimpin yang memiliki kualitas kepemimpinan unggul, yaitu;
  1. Pemimpin yang menantang proses,
  2. Memberikan inspirasi wawasan bersama,
  3. Memungkinkan orang lain dapat bertindak dan berpartisipasi,
  4. Mampu menjadi penunjuk jalan, dan
  5. Memotivasi bawahan.

5 (lima) Dimensi Kepercayaan

  1. Integritas : merujuk pada kejujuran dan kebenaran.
  2. Kompetensi : mencakup pengetahuan dan ketrampilan tehnis dan interpersonal. 
  3. Konsistensi terkait dengan kehandalan, prediktabilitas dan pertimbangan baik seseorang dalam menangani situasi-situasi. Ketidak sesuaian antara kata-kata dan tindakan mengikis kepercayaan.
  4. Loyalitas adalah keinginan untuk melindungi dan menyelamatkan wajah untuk orang lain. Kepercayaan menuntut bahwa anda dapat bergantung pada seseorang untuk tidak bertindak oportunis.
  5. Keterbukaan : Anda mengandalkan orang untuk memberikan ke anda kebenaan senyatanya.

Baca juga : Pengertian Penduduk Secara Umum, Pengertian Riba Secara Umum

Mungkin hanya itu artikel mengenai Pengertian kepemimpinan secara umum beserta implikasinya, mudah-mudahan bermanfaat bagi pembaca. Mohon maaf jika ada kekurangan, terima kasih sudah berkunjung. check pengertian lain di Pengertian.Org

Tuesday 20 October 2015

Pengertian Penduduk Secara Umum

Pengertian penduduk - Teman, Pengertian.Org kali ini akan mengulas tentang pengertian penduduk secara umum dan implikasinya. Penduduk merupakan warga yang tinggal di daerah-daerah di seluruh dunia. Termasuk kita, kita adalah penduduk yang tinggal di daerah yang ada di Indonesia. Sebelum mengenal lebih jauh, yuk simak artikelnya. Check this out !



pengertian penduduk secara umum




Penduduk atau warga suatu negara atau daerah bisa didefinisikan menjadi dua:
  1. Orang yang tinggal di daerah tersebut
  2. Orang yang secara hukum berhak tinggal di daerah tersebut. Dengan kata lain orang yang mempunyai surat resmi untuk tinggal di situ. Misalkan bukti kewarganegaraan, tetapi memilih tinggal di daerah lain.
Dalam sosiologi, penduduk adalah kumpulan manusia yang menempati wilayah geografi dan ruang tertentu.

Secara umum pengertian Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Kualitas penduduk adalah kondisi penduduk dalam aspek fisik dan nonfisik yang meliputi derajat kesehatan, pendidikan, pekerjaan, produktivitas, tingkat sosial, ketahanan, kemandirian, kecerdasan, sebagai ukuran dasar untuk mengembangkan kemampuan dan menikmati kehidupan sebagai manusia yang bertaqwa, berbudaya, berkepribadian, berkebangsaan dan hidup layak. Dan, apakah kependudukan itu? Kependudukan adalah hal ihwal yang berkaitan dengan jumlah, struktur, umur, jenis kelamin, agama, kelahiran, perkawinan, kehamilan, kematian, persebaran, mobilitas dan kualitas serta ketahanannya yang menyangkut politik, ekonomi, sosial, dan budaya.

Tujuan dan Kegunaan Ilmu Kependudukan

Dalam mempelajari demografi tiga komponen terpenting yang perlu selalu kita perhatikan, cacah kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas) dan migrasi. Sedangkan dua faktor penunjang lainnya yang penting ialah mobilitas sosial dan tingkat perkawinan. Ketiga komponen pokok dan dua faktor penunjang kemudian digunakan sebagai variabel (perubah) yang dapat menerangkan hal ihwal tentang jumlah dan distribusi penduduk pada tempat tertentu, tentang pertumbuhan masa lampau dan persebarannya. Tentang hubungan antara perkembangan penduduk dengan berbagai variabel (perubah) sosial, dan tentang prediksi pertumbuhan penduduk di masa mendatang dan berbagai kemungkinan akibat-akibatnya. Berbagai macam informasi tentang kependudukan sangat berguna bagi berbagai pihak di dalam masyarakat. Bagi pemerintah informasi tentang kependudukan sangat membantu di dalam menyusun perencanaan baik untuk pendidikan, perpajakan, kesejahteraan, pertanian, pembuatan jalan-jalan atau bidang-bidang lainnya. Bagi sektor swasta informasi tentang kependudukan juga tidak kalah pentingnya. Para pengusaha industri dapat menggunakan informasi tentang kependudukan untuk perencanaan produksi dan pemasaran.


Sejarah Pertumbuhan Penduduk Dunia dan Indonesia


Nampaknya sukar untuk mengetahui secara tepat kapan munculnya makhluk yang disebut homo sapiens (manusia) di dunia ini. Para Ahli memperkirakan pada sekitar 35.000 tahun yang lalu. Waktunya mungkin tidak dipermasalahkan akan tetapi yang jelas angka pertambahan pendudukanya sangat lambat. Pada tahun 1 sesudah masehi, penduduk dunia diperkirakan berjumlah 250 juta. Jadi membutuhkan waktu 35.000 tahun untuk mencapai jumlah penduduk 250 juta orang.

  • Pada tahun 1650, penduduk dunia diperkirakan berjumlah 500 juta. jadi diperlukan waktu sekitar 1650 tahun menjadikan penduduk dunia dua kali lipat.
  • Pada tahun 1850 penduduk dunia menjadi 1 milyar (1.000.000.000) jumlahnya. Dan masih diperlukan waktu sekitar 200 tahun untuk menjadikan penduduk dua kali lipat dari jumlah sebelumnya.
  • Pada tahun 1930 penduduk dunia diperkirakan mencapai 2 milyar. Dengan demikian hanya diperlukan waktu kurang dari 100 tahun untuk menjadi penduduk dunia dua kali lipat sebelumnya.
  • Pada tahun 1976 penduduk dunia telah mencapai sekitar 4 milyar. Jadi hanya diperlukan sekitar 36 tahun saja untuk melipatgandakan penduduk dunia dari jumlah sebelumnya.
  • Pada tahun 1985 penduduk dunia sudah mencapai 4,845 milyar jiwa. Dalam tempo hanya 9 tahun saja pertambahan penduduknya mencapai 845 juta. Istilah population explotion menggambarkan betapa hebatnya angka pertumbuhan penduduk dunia dewasa ini sehingga sebuah ledakan bom yang dahsyat.
Entah bagaimana jadinya planet bumi kita ini pada tahun 2000 mendatang. Berdasarkan perhitungan pada ahli, penduduk dunia pada saat itu akan mencapai 8 milyar. Para ahli dan orang awam sama-sama tercengang melihat fakta perkembangan yang demikian cepat itu. Sehingga mereka sering mereka-reka atau membuat semacam spekulasi. Salah satu spekulasi menyebutkan bahwa pada masa 900 tahun mendatang hanya akan terdapat area tempat tinggal 1/32 inci persegi untuk setiap orang di dunia (Nuveen, 1966).


Teori Tentang Pertumbuhan Penduduk

Meskipun masalah kependudukan telah lama diperbincangkan di kalangan masyarakat, namun baru di sekitar abad ke 18 banyak diantaranya yang mulai menganalisis masalah kependudukan secara sitematis. Meskipun banyak para ahli yang menulis tentang masalah kependudukan di dunia, akan tetapi diantara tokoh-tokoh yang dianggap pakar ilmu kependudukan klasik adalah Thomas Malthus dan Karl Marx, sedangkan untuk generasi berikutnya yang paling menonjol adalah Warren Thompson dengan teori demografi transisinya.

  • Teori Malthus Tentang Penduduk

Orang pertama yang menulis secara sistematis tentang bahaya daripada pada pertumbuhan penduduk adalah Thomas Malthus. Ia adalah salah seorang pendeta dan juga ahli politik ekonomi bangsa Inggris. Pada tahun 1978 ia menerbitkan buku analisis kependudukan berjudul “Essay On The Principle of Population” dan mempertahankan pendapatnya bahwa “natural law” atau hukum alamiah yang mempengaruhi atau menentukan pertumbuhan penduduk. Menurut Malthus, penduduk akan selalu bertambah lebih cepat dibandingkan dengan pertambahan bahan makanan, kecuali terhambat oleh karena apa yang ia sebutkan sebagai moral restrains, seperti misalnya wabah penyakit atau malapetaka.

  • Teori Transisi Demografi

Pertumbuhan penduduk di belahan dunia sebelah barat tidak dapat dijelaskan hanya oleh teori Malthus saja. Selama dan setelah revoluasi industri, banyak negara barat mengalami fenomena pertumbuhan yang terus berlangsung hingga abad ke-20 setelah perang Dunia Ke-1,beberapa diantara negara-negara itu seperti Perancis, Inggris dan Skandinavia menunjukkan bahwa pertumbuhannya telah terhenti atau adanya gejala akan berhenti. Oleh karena itu perlu adanya teori baru yang dapat menjelaskan pertumbuhan yang eksplosif sifatnya dan juga pertumbuhan yang terhenti-henti sifatnya. Observasi ini digarap secara sistematis oleh para ahli demografi berkebangsaan Amerika Warren Thompson pada tahun 1929 dan diberi nama hipotesis transisi demografi. Thompson dan kawan-kawannya terus menghaluskan hipotesisnya secara sistematis dan sekarang dikenal dengan nama “theory of the demografic transition” atau teori transisi demografi. Teori ini menggambarkan empat proporsi yang saling berhubungan yang dinyatakan menurut tahap-tahap sesuai dengan pertumbuhan dan berubahnya keadaan penduduk.

Tahap 1 : Jika Angka kematian tinggi sebanding dengan angka kelahiran, menghasilkan angka pertumbuhan nol (zero).
Tahap 2 : Jika Angka kematian menurun tidak disertai dengan penurunan angka kelahiran, maka akan menghasilkan angka pertumbuhan yang positif dan meningkat terus.
Tahap 3 : Jika Angka kematian terus menerus dan disertai dengan menurunnya angka kelahiran, maka akan menghasilkan pertumbuhan yang positif akan tetapi menurun.
Tahap 4 : Jika Angka kematian dan angka kelahiran juga rendah, maka hasilnya adalah pertumbuhan yang semakin berkurang yang pada akhir akan mencapai nol (zero).


Peran Penduduk dalam Pembangunan Ekonomi


Kapasitas yang rendah dari negara sedang berkembang untuk meningkatkan output totalnya harus di imbangi dengan menurunnya tingkat perkembangan penduduk, sehingga penghasilan riil perkapita dapat meningkat. Dengan kapasitas yang rendah untuk menaikkan output totalnya dan tanpa diimbangi dengan turunya tingkat perkembangan penduduk, maka akan terjadi penundaan terjadinya pembangunan ekonomi. Ada 4 aspek penduduk yang perlu diperhatikan dinegara-negara berkembang,yaitu :
1. Adanya tingkat perkembangan penduduk yang relatif tinggi.
2. Adanya struktur umur yang tidak favorable
3. Tidak adanya distribusi penduduk yang simbang
4. Tidak cukupnya tenaga kerja yang terdidik dan terlatih.

Penduduk memiliki dua peranan dalam pembangunan ekonomi ; satu dari segi permintaan dan yang lain dari segi penawaran.Dari segi permintaan penduduk bertindak sebagai konsumen dan dari segi penawaran bertindak sebagai produsen.Oleh karena itu perkembangan penduduk yang cepat tidaklah selalu merupakan penghambat bagi jalannya pembangunan ekonomi jika penduduk ini mempunyai kapasitas yang tinggi untuk menghasilkan dan menyerap hasil produksi yang dihasilkan.Ini berarti tingkat pertambahan penduduk yang tinggi disertai dengan tingkat penghasilan yang tinggi pula.Jadi pertambahan penduduk dengan tngkat penghasilan yang redah tidak ada gunanya bagi pembagunan ekonomi..

Kalau seandainya terjadi penurunan jumlah penduduk,maka akan terjadi pula penurunan dalam rangsangan untuk mengadakan investasi dan permintaan agregatif juga akan turun. Jika perkembangan penduduk tertunda maka akumulasi kapital juga akan menjadi lesu karena beberapa alasan, yaitu : wiraswasta akan mengira bahwa pasar menjadi semakin sempit. Sedangkan karena tingkat keuntungan merupakan fungsi dari luasnya pasar, maka investasi, yang tergnatung pada tingkat keuntungan, akan menjadi berbahaya dan berakibat akan menurun. Disamping alasan itu pertambahan penduduk juga mendorong adanya perluasan investasi karena adanya kebutuhan perumahan yang semakin besar dan juga kebutuhan-kebutuhan yang bersifat umum seperti jalan raya, fasilitas pengangkutan umum, persediaan air minum, kesehatan dan sebagainya. Kebutuhan akan kapital dalam bidang ini relatif lebih besar daripada bidang-bidang lain sehingga penurunan tingkat perkembangan penduduk akan mengakibatkan turunnya akumulasi kapital.

Produktivitas penduduk di negara-negara berkembang adalah rendah sehingga mengakibatkan rendahnya produksi pula. Karena sebagian besar penduduk tinggal di desa dan hidupnya sebagian berasal dari sector pertanian. Maka hampir semua hampir semua penghasilan yang didapatnya akan dikondumeir seluruhnya. Seandainya ada sisa, hanya relatif kecil jumlahnya. Akibatnya tingkat investasi juga akan rendah. Jadi di negara-negara sedang berkembang, dimana sudah terdapat perbandingan yng tinggi antara jumlah manusia dan jumlah faktor-faktor produksi yang lain, perkembangan penduduk yang cepat akan menimbulkan diseconomies of scale. Di negara-negara yang sedang berkembang dimana kepadatan penduduk yang cepat akan dapat pula mendorong perkembangan ekonomi, apabila kapital dan kemampuan managerial termasuk organisasi dan administrasi dapat mengimbangi tantangan penduduk tersebut.

Baca juga: Pengertian Investasi Secara Umum, Pengertian Riba Secara Umum

Nah, mungkin hanya itu artikel mengenai Pengertian Penduduk secara Umum dan implikasinya yang bisa Pengertian.Org berikan. Semoga artikel ini bermanfaat dan bisa membantu. Terimakasih sudah berkunjung. lihat pengertian lain di Pengertian.Org

Tuesday 13 October 2015

Pengertian Riba Secara Umum

Pengertian riba - Teman kali ini Pengertian.Org akan membahas mengenai pengertian riba secara umum. Riba bisa di artikan sebagai tambahan tapi tidak jarang orang tidak mengetahui apa riba itu, maka dari itu pada artikel kali ini Pengertian.Org akan mengulasnya. Semoga bermanfaat.. langsung saja, check this out guys !!

pengertian riba secara umum
Pengertian riba

A.    Pengertian Riba



Riba berarti menetapkan bunga/melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar. Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

1. Hukum Riba


Seluruh ‘ulama sepakat mengenai keharaman riba, baik yang dipungut sedikit maupun banyak. Seseorang tidak boleh menguasai harta riba; dan harta itu harus dikembalikan kepada pemiliknya, jika pemiliknya sudah diketahui, dan ia hanya berhak atas pokok hartanya saja.

Al-Quran dan Sunnah dengan sharih telah menjelaskan keharaman riba dalam berbagai bentuknya; dan seberapun banyak ia dipungut. Allah swt berfirman;
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبا لا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبا وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبا فَمَنْ جَاءَهُ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّهِ فَانْتَهَى فَلَهُ مَا سَلَفَ وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ وَمَنْ عَادَ فَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), “Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba,” padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya”. [TQS Al Baqarah (2): 275].
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ، فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لا تَظْلِمُونَ وَلا تُظْلَمُونَ

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya”. [TQS Al Baqarah (2): 279].

Di dalam Sunnah, Nabiyullah Muhammad saw :
دِرْهَمُ رِبَا يَأْكُلُهُ الرَّجُلُ وَهُوَ يَعْلَمُ أَشَدُّ مِنْ سِتٍّ وَثَلَاثِيْنَ زِنْيَةً

“Satu dirham riba yang dimakan seseorang, dan dia mengetahui (bahwa itu adalah riba), maka itu lebih berat daripada enam puluh kali zina”. (HR Ahmad dari Abdullah bin Hanzhalah).
الرِبَا ثَلاثَةَ وَسَبْعُوْنَ بَابًا أَيْسَرُهَا مِثْلُ أَنْ يَنْكِحَ الرَّجُلُ أُمَّهُ, وَإِنَّ أَرْبَى الرِّبَا عَرْضُ الرَّجُلِ الْمُسْلِمَ

Riba itu mempunyai 73 pintu, sedang yang paling ringan seperti seorang laki-laki yang menzinai ibunya, dan sejahat-jahatnya riba adalah mengganggu kehormatan seorang muslim”. (HR Ibn Majah).


لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّباَ وَمُوْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ, وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ

Rasulullah saw melaknat orang memakan riba, yang memberi makan riba, penulisnya, dan dua orang saksinya. Belia bersabda; Mereka semua sama”. (HR Muslim)

Di dalam Kitab al-Mughniy, Ibnu Qudamah mengatakan, “Riba diharamkan berdasarkan Kitab, Sunnah, dan Ijma’. Adapun Kitab, pengharamannya didasarkan pada firman Allah swt,”Wa harrama al-riba” (dan Allah swt telah mengharamkan riba) (Al-Baqarah:275) dan ayat-ayat berikutnya. Sedangkan Sunnah; telah diriwayatkan dari Nabi saw bahwasanya beliau bersabda, “Jauhilah oleh kalian 7 perkara yang membinasakan”. Para shahabat bertanya, “Apa itu, Ya Rasulullah?”. Rasulullah saw menjawab, “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan, menuduh wanita-wanita Mukmin yang baik-baik berbuat zina”. Juga didasarkan pada sebuah riwayat, bahwa Nabi saw telah melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya”.[HR. Imam Bukhari dan Muslim]…Dan umat Islam telah berkonsensus mengenai keharaman riba.”

Imam al-Syiraaziy di dalam Kitab al-Muhadzdzab menyatakan; riba merupakan perkara yang diharamkan. Keharamannya didasarkan pada firman Allah swt, “Wa ahall al-Allahu al-bai` wa harrama al-riba” (Allah swt telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba) [Al-Baqarah:275], dan juga firmanNya, “al-ladziina ya`kuluuna al-riba laa yaquumuuna illa yaquumu al-ladziy yatakhabbathuhu al-syaithaan min al-mass” (orang yang memakan riba tidak bisa berdiri, kecuali seperti berdirinya orang yang kerasukan setan)”. [al-Baqarah:275]…..Ibnu Mas’ud meriwayatkan sebuah hadits, bahwasanya Rasulullah saw melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya”. [HR. Imam Bukhari dan Muslim]

Imam al-Shan’aniy di dalam Kitab Subul al-Salaam mengatakan; seluruh umat telah bersepakat atas haramnya riba secara global.

Di dalam Kitab I’aanat al-Thaalibiin disebutkan; riba termasuk dosa besar, bahkan termasuk sebesar-besarnya dosa besar (min akbar al-kabaair). Pasalnya, Rasulullah saw telah melaknat orang yang memakan riba, wakil, saksi, dan penulisnya. Selain itu, Allah swt dan RasulNya telah memaklumkan perang terhadap pelaku riba. Di dalam Kitab al-Nihayah dituturkan bahwasanya dosa riba itu lebih besar dibandingkan dosa zina, mencuri, dan minum khamer.  Imam Syarbiniy di dalam Kitab al-Iqna’ juga menyatakan hal yang sama. Mohammad bin Ali bin Mohammad al-Syaukaniy menyatakan; kaum Muslim sepakat bahwa riba termasuk dosa besar.

Imam Nawawiy di dalam Syarh Shahih Muslim juga menyatakan bahwa kaum Muslim telah sepakat mengenai keharaman riba jahiliyyah secara global. Mohammad Ali al-Saayis di dalam Tafsiir Ayaat Ahkaam menyatakan, telah terjadi kesepakatan atas keharaman riba di dalam dua jenis ini (riba nasii’ah dan riba fadlal). Keharaman riba jenis pertama ditetapkan berdasarkan al-Quran; sedangkan keharaman riba jenis kedua ditetapkan berdasarkan hadits shahih. Abu Ishaq di dalam Kitab al-Mubadda’ menyatakan; keharaman riba telah menjadi konsensus, berdasarkan al-Quran dan Sunnah.
 

2. Jenis-jenis Riba



Riba terbagi menjadi lima macam; (1) riba nasiiah (riba jahiliyyah); (2) riba fadlal; (3) riba qaradl; (4) riba yadd (5) riba dain

1.    Riba Nasii`ah.


Riba Nasii`ah adalah tambahan yang diambil karena penundaan pembayaran utang untuk dibayarkan pada tempo yang baru, sama saja apakah tambahan itu merupakan sanksi atas keterlambatan  pembayaran hutang, atau sebagai tambahan  hutang baru. Atau adanya tempo pada perkara yang diwajibkan secara syar’i adanya taqabudh (serah terima di tempat). Misalnya, si A meminjamkan uang sebanyak 200 juta kepada si B; dengan perjanjian si B harus mengembalikan hutang tersebut pada tanggal 1 Januari 2009; dan jika si B menunda pembayaran hutangnya dari waktu yang telah ditentukan (1 Januari 2009), maka si B wajib membayar tambahan atas keterlambatannya; misalnya 10% dari total hutang. Tambahan pembayaran di sini bisa saja sebagai bentuk sanksi atas keterlambatan si B dalam melunasi hutangnya, atau sebagai tambahan hutang baru karena pemberian tenggat waktu baru oleh si A kepada si B. Tambahan inilah yang disebut dengan riba nasii’ah.

Adapun dalil pelarangannya adalah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim;
الرِّبَا فِيْ النَّسِيْئَةِ

"Riba itu dalam nasi’ah”.[HR Muslim dari Ibnu Abbas]

Ibnu Abbas berkata: Usamah bin Zaid telah menyampaikan kepadaku bahwa Rasulullah saw bersabda:
آلاَ إِنَّمَا الرِّبَا فِيْ النَّسِيْئَةِ

Ingatlah, sesungguhnya riba itu dalam nasi’ah”. (HR Muslim).

Riba ini diistilahkan oleh Ibnul Qayyim dengan riba jali (jelas) dan para ulama sepakat tentang keharaman riba jenis ini dengan dasar hadits Usamah bin Zaid di atas. Banyak ulama yang membawakan adanya kesepakatan akan haramnya riba jenis ini. Riba fadhl dan riba nasi`ah diistilahkan oleh para fuqaha dengan riba bai’ (riba jual beli).

Kaidah Seputar Dua Jenis Riba

  1. Perkara yang diwajibkan secara syar’i adanya tamatsul, maka tidak boleh ada unsur tafadhul padanya, sebab bisa terjatuh pada riba fadhl. Misal: Tidak boleh menjual 1 dinar dengan 2 dinar, atau 1 kg kurma dengan 1,5 kg kurma.
  2. Perkara yang diwajibkan adanya tamatsul maka diharamkan adanya nasi`ah (tempo), sebab bisa terjatuh pada riba nasi`ah dan fadhl, bila barangnya satu jenis. Misal: Tidak boleh menjual emas dengan emas secara tafadhul, demikian pula tidak boleh ada unsur nasi`ah.
  3. Bila barangnya dari jenis yang berbeda maka disyaratkan taqabudh (serah terima di tempat) saja, yakni boleh tafadhul namun tidak boleh nasi`ah. Misalnya, menjual emas dengan perak, atau kurma dengan garam. Transaksi ini boleh tafadhul namun tidak boleh nasi`ah.

Ringkasnya:
  • Beli emas dengan emas secara tafadhul berarti terjadi riba fadhl.
  • Beli emas dengan emas secara tamatsul namun dengan nasi`ah (tempo), maka terjadi riba nasi`ah.
  • Beli emas dengan emas secara tafadhul dan nasi`ah, maka terjadi kedua jenis riba yaitu fadhl dan nasi`ah.

Hal ini berlaku pada barang yang sejenis. Adapun yang berbeda jenis hanya terjadi riba nasi`ah saja, sebab tidak disyaratkan tamatsul namun hanya disyaratkan taqabudh. Wallahu a’lam.

Untuk lebih memahami masalah ini, kita perlu menglasifikasikan barang-barang yang terkena riba yaitu emas, perak (masuk di sini mata uang), kurma, burr (gandum), sya’ir dan garam menjadi dua bagian:
Bagian pertama: emas, perak (dan mata uang masuk di sini).
Bagian kedua: kurma, burr, sya’ir, dan garam.

Keterangannya:
  1. Masing-masing dari keenam barang di atas disebut satu jenis; jenis emas, jenis perak, jenis mata uang, jenis kurma, demikian seterusnya. Kaidahnya: bila jual beli barang sejenis, misal emas dengan emas, kurma dengan kurma dst, maka diwajibkan adanya dua hal: tamatsul dan taqabudh.
  2. Jual beli lain jenis pada bagian pertama atau bagian kedua, hanya disyaratkan taqabudh dan boleh tafadhul.

    Misalnya, emas dengan perak atau sebaliknya, emas dengan mata uang atau sebaliknya, perak dengan mata uang atau sebaliknya. Ini untuk bagian pertama.

    Misal untuk bagian kedua: Kurma dengan burr atau sebaliknya, sya’ir dengan garam atau sebaliknya, kurma dengan sya’ir, kurma dengan garam atau sebaliknya.

    Dalil dua keterangan ini adalah hadits ‘Ubadah bin Ash-Shamit z, yang diriwayatkan oleh Muslim (no. 1587). Rasulullah n bersabda:

    Emas dengan emas, perak dengan perak, burr dengan burr, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus semisal dengan semisal (tamatsul), tangan dengan tangan (taqabudh). Namun bila jenis-jenis ini berbeda, maka juallah terserah kalian (dengan syarat) bila tangan dengan tangan (kontan).”
  3. Jual beli bagian pertama dengan bagian kedua atau sebaliknya, diperbo-lehkan tafadhul dan nasi`ah (tempo).
    Misalnya membeli garam dengan uang, kurma dengan uang, dan seterusnya. Hal ini berdasarkan kesepakatan para ulama yang dinukil oleh Ibnul Mundzir, Ibnu Hazm, Ibnu Qudamah, Nashr Al-Maqdisi, Al-Imam An-Nawawi, dan sejumlah ulama lain. Dalil mereka adalah sistem salam, yaitu menye-rahkan uang di awal akad untuk barang tertentu, dengan sifat tertentu, dengan timbangan tertentu dan diserahkan pada tempo tertentu.

    Telah maklum bahwa alat bayar masa itu adalah dinar (mata uang emas) dan dirham (mata uang perak), dan barang yang sering diminta adalah kurma atau sya’ir atau burr (jenis barang yang terkena hukum riba).

    Di antara dalilnya juga adalah hadits ‘Aisyah :
    Bahwasanya Nabi n membeli makanan dari seorang Yahudi dan mengga-daikan baju perang dari besi kepadanya.” (Muttafaqun ‘alaih)

    Makanan yang Nabi beli di sini adalah sya’ir (termasuk jenis yang terkena hukum riba) sebagaimana lafadz lain dari riwayat di atas, dalam keadaan beliau tidak punya uang (yang waktu itu berupa emas atau perak). Beliau mengambil barang itu secara tempo dengan menggadaikan baju besinya. Wallahu a’lam.

2.    Riba Fadlal.

Riba fadlal adalah riba yang diambil dari kelebihan pertukaran barang yang sejenis atau adanya tafadhul (selisih timbangan) pada dua perkara yang diwajibkan secara syar’i adanya tamatsul (kesamaan timbangan/ukuran) padanya. Dalil pelarangannya adalah hadits yang dituturkan oleh Imam Muslim.
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الْأَصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ

Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma, garam dengan garam, semisal, setara, dan kontan. Apabila jenisnya berbeda, juallah sesuka hatimu jika dilakukan dengan kontan”.HR Muslim dari Ubadah bin Shamit ra).

الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَزْنًا بِوَزْنٍ مِثْلًا بِمِثْلٍ فَمَنْ زَادَ أَوْ اسْتَزَادَ فَهُوَ رِبًا

Emas dengan emas, setimbang dan semisal; perak dengan perak, setimbang dan semisal; barang siapa yang menambah atau meminta tambahan, maka (tambahannya) itu adalah riba”. (HR Muslim dari Abu Hurairah).
عن فضالة قال: اشتريت يوم خيبر قلادة باثني عشر دينارًا فيها ذهب وخرز، ففصّلتها فوجدت فيها أكثر من اثني عشر ديناراً، فذكرت ذلك للنبي صلّى الله عليه وسلّم فقال: ”لا تباع حتى تفصل

Dari Fudhalah berkata: Saya membeli kalung pada perang Khaibar seharga dua belas dinar. Di dalamnya ada emas dan merjan. Setelah aku pisahkan (antara emas dan merjan), aku mendapatinya lebih dari dua belas dinar. Hal itu saya sampaikan kepada Nabi saw. Beliau pun bersabda, “Jangan dijual hingga dipisahkan (antara emas dengan lainnya)”. (HR Muslim dari Fudhalah)

Dari Said bin Musayyab bahwa Abu Hurairah dan Abu Said:
أن رسول الله صلّى الله عليه وسلّم بعث أخا بني عدي الأنصاري فاستعمله على خيبر، فقدم بتمر جنيب [نوع من التمر من أعلاه وأجوده] فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: ”أكلّ تمر خيبر هكذا“؟ قال: لا والله يا رسول الله، إنا لنشتري الصاع بالصاعين من الجمع [نوع من التمر الرديء وقد فسر بأنه الخليط من التمر]، فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلّم: ”لا تفعلوا ولكن مثلاً بمثل أو بيعوا هذا واشتروا بثمنه من هذا، وكذلك الميزان“

Sesungguhnya Rasulullah saw mengutus saudara Bani Adi al-Anshari untuk dipekerjakan di Khaibar. Kamudia dia datang dengan membawa kurma Janib (salah satu jenis kurma yang berkualitas tinggi dan bagus). Rasulullah saw bersabda, “Apakah semua kurma Khaibar seperti itu?” Dia menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah . Sesunguhnya kami membeli satu sha’ dengan dua sha’ dari al-jam’ (salah satu jenis kurma yang jelek, ditafsirkan juga campuran kurma). Rasulullah saw bersabda, “Jangan kamu lakukan itu, tapi (tukarlah) yang setara atau juallah kurma (yang jelek itu) dan belilah (kurma yang bagus) dengan uang hasil penjualan itu. Demikianlah timbangan itu”. (HR Muslim).

Riba jenis ini diistilahkan oleh Ibnul Qayyim dengan riba khafi (samar), sebab riba ini merupakan pintu menuju riba nasi`ah.

Para ulama berbeda pendapat tentang hukum riba fadhl. Yang rajih tanpa keraguan lagi adalah pendapat jumhur ulama bahwa riba fadhl adalah haram dengan dalil yang sangat banyak. Di antaranya:

1.    Hadits ‘Utsman bin ‘Affan z riwayat Muslim:
Jangan kalian menjual satu dinar dengan dua dinar, jangan pula satu dirham dengan dua dirham.
Juga hadits-hadits yang semakna dengan itu, di antaranya:
a.    Hadits Abu Sa’id z yang muttafaq ‘alaih.
b.    Hadits ‘Ubadah bin Ash-Shamit z riwayat Muslim.

Juga hadits yang diriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, Abu Hurairah, Sa’d bin Abi Waqqash, Abu Bakrah, Ma’mar bin Abdillah dan lain-lain, yang menjelaskan tentang keharaman riba fadhl, tersebut dalam Ash-Shahihain atau salah satunya.

Adapun dalil pihak yang membolehkan adalah hadits Usamah bin Zaid :
Sesungguhnya riba itu hanya pada nasi`ah (tempo).”

Maka ada beberapa jawaban, di antaranya:
  • Makna hadits ini adalah tidak ada riba yang lebih keras keharamannya dan diancam dengan hukuman keras kecuali riba nasi`ah. Sehingga yang ditiadakan adalah kesempurnaan, bukan wajud asal riba.
  • Hadits tersebut dibawa kepada pengertian: Bila jenisnya berbeda, maka diperbolehkan tafadhul (selisih timbangan) dan diharamkan adanya nasi`ah.

Ini adalah jawaban Al-Imam Asy-Syafi’i, disebutkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dari gurunya, Sulaiman bin Harb. Jawaban ini pula yang dirajihkan oleh Al-Imam Ath-Thabari, Al-Imam Al-Baihaqi, Ibnu Abdil Barr, Ibnu Qudamah, dan sejumlah ulama besar lainnya.  Jawaban inilah yang mengompromi-kan antara hadits yang dzahirnya berten-tangan. Wallahul muwaffiq.

3.    Riba al-Yadd


Riba yang disebabkan karena penundaan pembayaran dalam pertukaran barang-barang. Dengan kata lain, kedua belah pihak yang melakukan pertukaran uang atau barang telah berpisah dari tempat aqad sebelum diadakan serah terima. Larangan riba yadd ditetapkan berdasarkan hadits-hadits berikut ini;
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ


Emas dengan emas riba kecuali dengan dibayarkan kontan, gandum dengan gandum riba kecuali dengan dibayarkan kontan; kurma dengan kurma riba kecuali dengan dibayarkan kontan; kismis dengan kismis riba, kecuali dengan dibayarkan kontan" (HR al-Bukhari dari Umar bin al-Khaththab).
الْوَرِقُ بِالذَّهَبِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ وَالتَّمْرُِالتَّمْرِ رِبًا إِلَّا هَاءَ وَهَاءَ

Perak dengan emas riba kecuali dengan dibayarkan kontan; gandum dengan gandum riba kecuali dengan dibayarkan kontan kismis dengan kismis riba, kecuali dengan dibayarkan kontan; kurma dengan kurma riba kecuali dengan dibayarkan kontan“. [Ibnu Qudamah, Al-Mughniy, juz IV, hal. 13]

4.    Riba Qardl


Riba qaradl adalah meminjam uang kepada seseorang dengan syarat ada kelebihan atau keuntungan yang harus diberikan oleh peminjam kepada pemberi pinjaman. Riba semacam ini dilarang di dalam Islam berdasarkan hadits-hadits berikut ini;

Imam Bukhari meriwayatkan sebuah hadits dari Abu Burdah bin Musa; ia berkata, “Suatu ketika, aku mengunjungi Madinah. Lalu aku berjumpa dengan Abdullah bin Salam. Lantas orang ini berkata kepadaku: ‘Sesungguhnya engkau berada di suatu tempat yang di sana praktek riba telah merajalela. Apabila engkau memberikan pinjaman kepada seseorang lalu ia memberikan hadiah kepadamu berupa rumput ker¬ing, gandum atau makanan ternak, maka janganlah diterima. Sebab, pemberian tersebut adalah riba”. [HR. Imam Bukhari]

Juga, Imam Bukhari dalam “Kitab Tarikh”nya, meriwayatkan sebuah Hadits dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW telah bersabda, “Bila ada yang memberikan pinjaman (uang maupun barang), maka janganlah ia menerima hadiah (dari yang meminjamkannya)”.[HR. Imam Bukhari]

Hadits di atas menunjukkan bahwa peminjam tidak boleh memberikan hadiah kepada pemberi pinjaman dalam bentuk apapun, lebih-lebih lagi jika si peminjam menetapkan adanya tambahan atas pinjamannya. Tentunya ini lebih dilarang lagi.

Pelarangan riba qardl juga sejalan dengan kaedah ushul fiqh, “Kullu qardl jarra manfa’atan fahuwa riba”. (Setiap pinjaman yang menarik keuntungan (membuahkan bunga) adalah riba”.[Sayyid Saabiq, Fiqh al-Sunnah, (edisi terjemahan); jilid xii, hal. 113]

Praktek-praktek riba yang sering dilakukan oleh bank adalah riba nasii’ah, dan riba qardl; dan kadang-kadang dalam transaksi-transaksi lainnya, terjadi riba yadd maupun riba fadlal. Seorang Muslim wajib menjauhi sejauh-jauhnya praktek riba, apapun jenis riba itu, dan berapapun kuantitas riba yang diambilnya. Seluruhnya adalah haram dilakukan oleh seorang Muslim. [Syamsuddin Ramadhan An Nawiy- Lajnah Tsaqafiyyah]

5.    Riba Dain


Riba Dain (Riba dalam Hutang Piutang) ini disebut juga dengan riba jahiliyah, sebab riba jenis inilah yang terjadi pada jaman jahiliyah.

Riba ini ada dua bentuk:

a.    Penambahan harta sebagai denda dari penambahan tempo (bayar hutangnya atau tambah nominalnya dengan mundur-nya tempo).

Misal: Si A hutang Rp 1 juta kepada si B  dengan tempo 1 bulan. Saat jatuh tempo si B berkata: “Bayar hutangmu.” Si A menjawab: “Aku tidak punya uang. Beri saya tempo 1 bulan lagi dan hutang saya menjadi Rp 1.100.000.” Demikian seterusnya.

Sistem ini disebut dengan riba mudha’afah (melipatgandakan uang). Allah I berfirman:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.” (Ali ‘Imran: 130)

b.    Pinjaman dengan bunga yang dipersyaratkan di awal akad

Misalnya: Si A hendak berhutang kepada si B. Maka si B berkata di awal akad: “Saya hutangi kamu Rp 1 juta dengan tempo satu bulan, dengan pembayaran Rp 1.100.000.”

Riba jahiliyah jenis ini adalah riba yang paling besar dosanya dan sangat tampak kerusakannya. Riba jenis ini yang sering terjadi pada bank-bank dengan sistem konvensional yang terkenal di kalangan masyarakat dengan istilah “menganakkan uang.” Wallahul musta’an.

Faedah penting :

Termasuk riba dalam jenis ini adalah riba qardh (riba dalam pinjam meminjam). Gambarannya, seseorang meminjamkan sesuatu kepada orang lain dengan syarat mengembalikan dengan yang lebih baik atau lebih banyak jumlahnya.

Misal: Seseorang meminjamkan pena seharga Rp. 1000 dengan syarat akan mengembalikan dengan pena yang seharga Rp. 5000. Atau meminjamkan uang seharga Rp 100.000 dan akan dikembalikan Rp 110.000 saat jatuh tempo.

Ringkasnya, setiap pinjam meminjam yang mendatangkan keuntungan adalah riba, dengan argumentasi sebagai berikut:
  1. Hadits ‘Ali bin Abi Thalib : “Setiap pinjaman yang membawa keuntungan adalah riba. Hadits ini dha’if. Dalam sanadnya ada Sawwar bin Mush’ab, dia ini matruk (ditinggalkan haditsnya). Lihat Irwa`ul Ghalil (5/235-236 no. 1398). Namun para ulama sepakat sebagai-mana yang dinukil oleh Ibnu Hazm, Ibnu Abdil Barr dan para ulama lain, bahwa setiap pinjam meminjam yang di dalamnya dipersyaratkan sebuah keuntungan atau penambahan kriteria (kualitas) atau penam-bahan nominal (kuantitas) termasuk riba.
  2. Tindakan tersebut termasuk riba jahiliyah yang telah lewat penyebutannya dan termasuk riba yang diharamkan berdasarkan Al-Qur`an, As-Sunnah, dan ijma’ ulama.
  3. Pinjaman yang dipersyaratkan adanya keuntungan sangat bertentangan dengan maksud dan tujuan mulia dari pinjam meminjam yang Islami yaitu membantu, mengasihi, dan berbuat baik kepada saudaranya yang membutuhkan pertolongan. Pinjaman itu berubah menjadi jual beli yang mencekik orang lain. Meminjami orang lain Rp. 10.000 dibayar Rp. 11.000 sama dengan membeli Rp. 10.000 dibayar Rp. 11.000.
Ada beberapa kasus yang masuk pada kaidah ini, di antaranya:
  1. Misalkan seseorang berhutang kepada syirkah (koperasi) Rp 10.000.000 dengan bunga 0% (tanpa bunga) dengan tempo 1 tahun. Namun pihak syirkah mengatakan: “Bila jatuh tempo namun hutang belum terlunasi, maka setiap bulannya akan dikenai denda 5%.” Akad ini adalah riba jahiliyah yang telah lewat penyebutannya. Dan cukup banyak syirkah (koperasi) atau yayasan yang menerapkan praktik semacam ini.
  2. Meminjami seseorang sejumlah uang tanpa bunga untuk modal usaha dengan syarat pihak yang meminjami mendapat prosentase dari laba usaha dan hutang tetap dikembalikan secara utuh.
    Modus lain yang mirip adalah membe-rikan sejumlah uang kepada seseorang untuk modal usaha dengan syarat setiap bulannya dia (yang punya uang) mendapatkan –misalnya– Rp 1 juta, baik usahanya untung atau rugi.
    Sistem ini yang banyak terjadi pada koperasi, BMT, bahkan bank-bank syariah pun menerapkan sistem ini dengan istilah mudharabah (bagi hasil).
    Mudharabah yang syar’i adalah: Misalkan seseorang memberikan modal Rp. 10 juta untuk modal usaha dengan ketentuan pemodal mendapatkan 50% atau 40% atau 30% (sesuai kesepakatan) dari laba hasil usaha. Bila menghasilkan laba maka dia mendapatkannya, dan bila ternyata rugi maka kerugian itu ditanggung bersama (loss and profit sharing). Hal ini sebagaimana yang dilakukan Rasulullah n dengan orang Yahudi Khaibar. Wallahul muwaffiq. Adapun transaksi yang dilakukan oleh mereka, pada hakekatnya adalah riba dain/qardh ala jahiliyah yang dikemas dengan baju indah nan Islami bernama mudharabah. Wallahul musta’an.
  3. Mengambil keuntungan dari barang yang digadaikan
    Misal: Si A meminjam uang Rp 10 juta kepada si B (pegadaian) dengan mengga-daikan sawahnya seluas 0,5 ha. Lalu pihak pegadaian memanfaatkan sawah tersebut, mengambil hasilnya, dan apa yang ada di dalamnya sampai si A bisa mengembalikan hutangnya. Tindakan tersebut termasuk riba, namun dikecualikan dalam dua hal:
    • Bila barang yang digadaikan itu perlu pemeliharaan atau biaya, maka barang tersebut bisa dimanfaatkan sebagai ganti pembiayaan. Misalnya yang digadaikan adalah seekor sapi dan pihak pegadaian harus mengeluarkan biaya untuk pemeliha-raan. Maka pihak pegadaian boleh meme-rah susu dari sapi tersebut sebagai ganti biaya perawatan. Dalilnya hadits riwayat Al-Bukhari dalam Shahih-nya dari Abu Hurairah, Rasulullah  bersabda:
      Kendaraan yang tergadai boleh dinaiki (sebagai ganti) nafkahnya, dan susu hewan yang tergadai dapat diminum (sebagai ganti) nafkahnya.
    • Tanah sawah yang digadai akan mengalami kerusakan bila tidak ditanami, maka pihak pegadaian bisa melakukan sistem mudharabah syar’i dengan pemilik tanah sesuai kesepakatan yang umum berlaku di kalangan masyarakat setempat tanpa ada rasa sungkan. Misalnya yang biasa berlaku adalah 50%. Bila sawah yang ditanami pihak pegadaian tadi menghasil-kan, maka pemilik tanah dapat 50%. Namun bila si pemilik tanah merasa tidak enak karena dihutangi lalu dia hanya mengambil 25% saja, maka ini tidak diperbolehkan. Wallahu a’lam bish-shawab.

Perbedaan Investasi dengan Membungakan Uang

Ada dua perbedaan mendasar antara investasi dengan mem-bungakan uang. Perbedaan tersebut dapat ditelaah dari definisi hingga makna masing-masing.
  1. Investasi adalah kegiatan usaha yang mengandung risiko karena berhadapan dengan unsur ketidakpastian. Dengan demikian, perolehan kembaliannya (return) tidak pasti dan tidak tetap.
  2. Membungakan uang adalah kegiatan usaha yang kurang mengandung risiko karena perolehan kembaliannya berupa bunga yang relatif pasti dan tetap.
Islam mendorong masyarakat ke arah usaha nyata dan produktif. Islam mendorong seluruh masyarakat untuk melakukan investasi dan melarang membungakan uang. Sesuai dengan definisi di atas, menyimpan uang di bank Islam termasuk kategori kegiatan investasi karena perolehan kembaliannya (return) dari waktu ke waktu tidak pasti dan tidak tetap. Besar kecilnya perolehan kembali itu ter-gantung kepada hasil usaha yang benar-benar terjadi dan dilakukan bank sebagai mudharib atau pengelola dana.
Dengan demikian, bank Islam tidak dapat sekadar menyalurkan uang. Bank Islam harus terus berupaya meningkatkan kembalian atau return of investment sehingga lebih menarik dan lebih memberi kepercayaan bagi pemilik dana.

Perbedaan antara Bunga dan Bagi Hasil


Sekali lagi, Islam mendorong praktik bagi hasil serta mengharamkan riba. Keduanya sama-sama memberi keuntungan bagi pemilik dana, namun keduanya mempunyai perbedaan yang sangat nyata. Perbedaan itu dapat dijelaskan sebagai berikut:
  • Bunga : Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung
    Bagi Hasil : Penentuan besarnya rasio/ nisbah bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi
  • Bunga : Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang (modal) yang dipinjamkan
    Bagi Hasil : Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh
  • Bunga : Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakah proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi
    Bagi hasil : tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan. Bila usaha merugi, kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak.
  • Bunga : Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat sekalipun jumlah keuntungan berlipat atau keadaan ekonomi sedang “booming”
    Bagi hasil : Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan.
  • Bunga : Eksistensi bunga diragukan (kalau tidak dikecam) oleh beberapa kalangan
    Bagi hasil : Tidak ada yang meragukan keabsahan bagi hasil

Barang-barang yang Terkena Hukum Riba

Dari Abu Sa’id Al-Khudri, bahwa Rasulullah  bersabda:
Emas dengan emas, perak dengan perak, burr dengan burr, sya’ir dengan sya’ir, kurma dengan kurma dan garam dengan garam harus sama (timbangannya), serah terima di tempat (tangan dengan tangan). Barangsiapa menambah atau minta tambah maka dia terjatuh dalam riba, yang meng-ambil dan yang memberi dalam hal ini adalah sama.” (HR. Muslim)

Demikian pula hadits ‘Umar z yang muttafaq ‘alaih dan hadits ‘Ubadah bin Ash-Shamit dalam riwayat Muslim hanya menyebutkan 6 jenis barang yang terkena hukum riba, yaitu:
1. Emas
2. Perak
3. Burr (suatu jenis gandum)
4. Sya’ir (suatu jenis gandum)
5. Kurma
6. Garam

Para ulama berbeda pendapat, apakah barang yang terkena riba hanya terbatas pada enam jenis di atas, ataukah barang-barang lain bisa diqiyaskan dengannya?

Untuk mengetahui lebih detail masalah ini, perlu diklasifikasikan pembahasan para ulama menjadi dua bagian:

Pertama
: kurma, garam, burr, dan sya’ir.

Para ulama berbeda pendapat sebagai berikut:
  1. Pendapat Zhahiriyyah, Qatadah, Thawus, ‘Utsman Al-Buthi, dan dihikayat-kan dari Masruq dan Asy-Syafi’i, juga dihikayatkan oleh An-Nawawi dari Syi’ah dan Al-Kasani. Ini adalah pendapat Ibnu ‘Aqil Al-Hambali, dikuatkan oleh Ash-Shan’ani dan beliau sandarkan kepada sejumlah ulama peneliti. Dan ini adalah dzahir pembahasan Asy-Syaukani dalam Wablul Ghamam dan As-Sail, serta pendapat ini yang dipilih oleh Asy-Syaikh Muqbil t, Syaikhuna Yahya Al-Hajuri, Syaikhuna Abdurrahman Al-’Adani, dan para masyayikh Yaman lainnya; bahwa riba hanya terjadi pada enam jenis barang ini dan tidak dapat diqiyaskan dengan yang lainnya.
  2. Pendapat jumhur ulama, bahwa barang-barang lain dapat diqiyaskan dengan enam barang di atas, bila ‘illat (sebab hukumnya) sama.

    Kemudian mereka berbeda pendapat mengenai batasan ‘illat-nya sebagai berikut:
  • An-Nakha’i, Az-Zuhri, Ats-Tsauri, Ishaq bin Rahawaih, Al-Hanafiyyah dan pendapat yang masyhur di madzhab Hanabilah bahwa riba itu berlaku pada barang yang ditakar dan atau ditimbang, baik itu sesuatu yang dimakan seperti biji-bijian, gula, lemak, ataupun tidak dimakan seperti besi, kuningan, tembaga, platina, dsb. Adapun segala sesuatu yang tidak ditimbang atau ditakar maka tidak berlaku hukum riba padanya, seperti buah-buahan karena ia diperjualbelikan dengan sistem bijian.

    Sehingga menurut mereka, tidak boleh jual beli besi dengan besi secara tafadhul (beda timbangan), sebab besi termasuk barang yang ditimbang. Menurut mereka, boleh jual beli 1 pena dengan 2 pena, sebab pena tidak termasuk barang yang ditimbang atau ditakar. Mereka berdalil dengan lafadz yang tersebut dalam sebagian riwayat:
    “Kecuali timbangan dengan tim-bangan… kecuali takaran dengan takaran.”
  • Pendapat terbaru Asy-Syafi’i, juga disandarkan oleh An-Nawawi kepada Ahmad bin Hambal, Ibnul Mundzir, dan yang lainnya, bahwa riba itu berlaku pada semua yang dimakan dan yang diminum, baik itu yang ditimbang/ditakar maupun tidak. Menurut mereka, tidak boleh menjual 1 jeruk dengan 2 jeruk, 1 kg daging dengan 1,5 kg daging. Semua itu termasuk barang yang dimakan. Juga tidak boleh menjual satu gelas jus jeruk dengan dua gelas jus jeruk, sebab itu termasuk barang yang diminum.
  • Pendapat Malik bin Anas t dan dirajihkan oleh Ibnul Qayyim t, bahwa riba berlaku pada makanan pokok yang dapat disimpan.
  • Pendapat Az-Zuhri dan sejumlah ulama, bahwa riba berlaku pada barang-barang yang warna dan rasanya sama dengan kurma, garam, burr, dan sya’ir.
  • Pendapat Rabi’ah, bahwa riba berlaku pada barang-barang yang dizakati.
  • Pendapat Sa’id bin Al-Musayyib, Asy-Syafi’i dalam pendapat lamanya, satu riwayat dari Ahmad, dan yang dipilih oleh Ibnu Qudamah, Ibnu Taimiyyah, Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Al-Lajnah Ad-Da`imah yang diketuai Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz, wakilnya Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz Alu Syaikh, anggota: Asy-Syaikh Shalih Fauzan, Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid, mereka berpendapat bahwa riba berlaku pada setiap barang yang dimakan dan diminum yang ditakar atau ditimbang.

    Sehingga segala sesuatu yang tidak ditakar atau ditimbang, tidak berlaku hukum riba padanya. Begitu pula segala sesuatu yang dimakan dan diminum namun tidak ditimbang atau ditakar, maka tidak berlaku hukum riba padanya.

    Yang rajih –wallahu a’lam– adalah pendapat Azh-Zhahiriyyah dan yang sepaham dengan mereka yaitu bahwa tidak ada qiyas dalam hal ini, dengan argu-mentasi sebagai berikut:
    1. Hadits-hadits yang tersebut dalam masalah ini, yang menyebutkan hanya enam jenis barang saja.
    2. Kembali kepada hukum asal. Hukum asal jual beli adalah halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya. Allah I berfirman:
      Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (Al-Baqarah: 275) Sementara yang dikecualikan dalam hadits hanya enam barang saja.
    3. ‘Illat yang disebutkan oleh jumhur tidak disebutkan secara nash dalam sebuah dalil. ‘Illat-’illat tersebut hanyalah hasil istinbath melalui cara ijtihad. Oleh sebab itulah, mereka sendiri berbeda pendapat dalam menentukan batasan-batasannya.
      Kalau kiranya bukan dari sisi Allah tentulah mereka mendapati pertentangan yang banyak di dalamnya.” (An-Nisa`: 82)


    Untuk itulah kita tetap berpegang dan merujuk kepada dzahir hadits. Wallahul muwaffiq.
    Adapun mereka yang beralasan dengan lafadz  (takaran dengan takaran) dan (timbangan dengan timbangan) yang tersebut dalam sebagian riwayat, maka jawabannya adalah bahwa hadits tersebut dibawa pada pengertian yang ditimbang adalah emas dan perak, bukan barang yang lain, dalam rangka mengompromikan dalil-dalil yang ada.

    Atau dengan bahasa lain, yang dimaksud dengan lafadz-lafadz di atas adalah kesamaan pada sisi timbangan pada barang-barang yang terkena hukum riba yang tersebut dalam hadits-hadits lain. Wallahu a’lam.

    Adapun pengertian sha’ atau takaran atau hitungan (bijian) pada sebagian riwayat, maka dijawab oleh Ash-Shan’ani dan Asy-Syaukani, yang kesimpulannya adalah bahwa penyebutan hal-hal di atas hanyalah untuk menunjukkan kesamaan dari sisi takaran atau timbangan pada barang-barang yang terkena hukum riba yang disebut dalam hadits-hadits lain. Wallahu a’lam.
Adapun masalah muzabanah1 yang dijadikan dalil oleh jumhur, maka jawabannya adalah sebagai berikut:
  1. Asy-Syaikh Muqbil : ditanya tentang masalah ini, beliau menjawab: “Tidak masalah kalau anggur termasuk barang yang terkena riba.”
  2. Jawaban Ibnu Rusyd : “Muza-banah masuk dalam bab riba dari satu sisi dan masuk dalam bab gharar dari sisi yang lain. Pada barang-barang yang terkena riba maka masuk pada bab riba dan gharar sekaligus. Namun pada barang-barang yang tidak terkena riba maka dia masuk pada sisi gharar saja. Wallahul musta’an.”

Kedua: Emas dan perak

Para ulama berbeda pendapat tentang ‘illat (sebab) emas dan perak dimasukkan sebagai barang riba.
  1. Pendapat Azh-Zhahiriyyah dan yang sepaham dengan mereka, berpendapat bahwa perkaranya adalah ta’abuddi tauqifi, yakni demikianlah yang disebut dalam hadits, ‘illat-nya adalah bahwa dia itu emas dan perak.
    Atas dasar ini, maka riba berlaku pada emas dan perak secara mutlak, baik itu dijadikan sebagai alat bayar (tsaman) untuk barang lain maupun tidak. Pendapat ini dipegangi oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin t dalam sebagian karyanya.
  2. Pendapat Al-Hanafiyah dan yang masyhur dari madzhab Hanabilah, bahwa ‘illat-nya adalah karena emas dan perak termasuk barang yang ditimbang. Sehingga setiap barang yang ditimbang seperti kuningan, platina, dan yang semisalnya termasuk barang yang terkena riba, yaitu diqiyaskan dengan emas dan perak.
    Namun pendapat ini terbantah dengan kenyataan adanya ijma’ ulama yang membolehkan adanya sistem salam2 pada barang-barang yang ditimbang. Seandainya setiap barang yang ditimbang terkena riba, niscaya tidak diperbolehkan sistem salam padanya.
  3. Pendapat Malik, Asy-Syafi’i, dan satu riwayat dari Ahmad, bahwa ‘illat-nya adalah tsamaniyyah (sebagai alat bayar) untuk barang-barang lainnya. Namun menurut mereka, ‘illat ini khusus pada emas dan perak saja, tidak masuk pada barang yang lainnya.
    Yang rajih, wallahu a’lam, adalah pendapat pertama dan tidak bertentangan dengan pendapat ketiga. Sebab, yang ketiga termasuk pada pendapat pertama, wallahu a’lam. Dalilnya adalah hadits Fudhalah bin Ubaid z tentang jual beli kalung emas. Wallahu a’lam.

Mata Uang Kertas

Para ulama berbeda pendapat dalam masalah ini: apakah mata uang kertas sekarang yang dijadikan alat bayar resmi terkena riba fadhl dan riba nasi`ah? Pendapat yang rajih insya Allah adalah bahwa mata uang kertas adalah sesuatu yang berdiri sendiri sebagai naqd seperti emas dan perak. Sehingga mata uang kertas itu berjenis-jenis, sesuai dengan perbedaan jenis pihak yang mengeluarkannya.

Ini adalah pendapat Malik, Asy-Syafi’i, satu riwayat dari Ahmad, dan yang dipilih oleh Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim, mayoritas Ha`iah Kibarul Ulama. Dan ini yang kebanyakan dipilih oleh seminar-seminar fiqih internasional semacam Rabithah ‘Alam Islami, dikuatkan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin, Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi. Dan inilah fatwa ulama kontemporer.

Mereka mengatakan bahwa mata uang kertas disamakan dengan emas dan perak karena hampir mirip (serupa) dengan ‘illat tsamaniyyah (sebagai alat bayar) yang ada pada emas dan perak.

Mata uang kertas sekarang berfungsi sebagai alat bayar untuk barang-barang lain, sebagai harta benda, transaksi jual beli, pembayaran hutang piutang dan perkara-perkara yang dengan dasar itu riba diharamkan pada emas dan perak.

Atas dasar pendapat di atas, maka ada beberapa hukum syar’i yang perlu diperhatikan berkaitan dengan masalah ini. Disebutkan dalam Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah (13/442-444) diketuai Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz, anggota Asy-Syaikh Abdur-razaq ‘Afifi, Asy-Syaikh Abdullah Al-Ghudayyan, Asy-Syaikh Abdullah bin Qu’ud, sebagai berikut:
  1. Terjadi dua jenis riba (fadhl dan nasi`ah) pada mata uang kertas sebagai-mana yang terjadi pada emas dan perak.
  2. Tidak boleh menjual satu jenis mata uang dengan jenis yang sama atau dengan jenis mata uang yang lain secara nasi`ah (tempo) secara mutlak. Misal, tidak boleh menjual 1 dolar dengan 5 real Saudi secara nasi`ah (tempo).
  3. Tidak boleh menjual satu jenis mata uang dengan jenis yang sama secara fadhl (selisih nominal), baik secara tempo maupun serah terima di tempat. Misalnya, tidak boleh menjual Rp. 1000 dengan Rp. 1.100.
  4. Dibolehkan menjual satu jenis mata uang dengan jenis mata uang yang berbeda secara mutlak, dengan syarat serah terima di tempat. Misal, menjual 1 dolar dengan Rp. 10.000.
  5. Wajib mengeluarkan zakatnya bila mencapai nishab dan satu haul. Nishabnya adalah nishab perak.
  6. Boleh dijadikan modal dalam syirkah atau sistem salam.


Catatan Kaki:
  1. Muzabanah yaitu membeli burr yang masih di pohonnya dengan burr yang sudah dipanen, atau membeli anggur yang masih di pohonnya dengan zabib (anggur kering/ kismis).
  2. Sistem salam: seseorang menyerahkan uang pembayaran di muka dalam majelis akad untuk membeli suatu barang yang diketahui sifatnya, tidak ada unsur gharar padanya, dengan jumlah yang diketahui, takaran/timbangan yang diketahui, dan waktu penyerahan yang diketahui.

Baca juga : Pengertian Investasi Secara Umum, Pengertian Bisnis Secara Umum

Nah, hanya itu artikel yang bisa Pengertian.Org berikan. semoga artikel ini bermanfaat buat kalian. terimakasih sudah berkunjung. Lihat juga pengertian lain di Pengertian.Org